Srigati Wisata Spiritual Ngawi

Lokasi wisata Srigati ini berada 4 KM dari jalan raya Paron - Jogorogo, tepatnya di Desa Babadan, Kecamatan Paron, Kabupaten Ngawi. Konon tempat ini dulunya adalah tempat peristirahatan Prabu Brawijaya V setelah lari dari kerajaan Majapahit karena kerajaan diserbu oleh bala tentara Demak dibawah pimpinan Raden Patah.

Srigati berada di daerah hutan dan merupakan kawasan hutan jati Alas ketonggo. Selain sebagai tempat wisata spiritual, lokasi ini juga digunakan untuk bumi perkemahan.

Di lokasi wisata spritual Srigati ini, terdapat Pelenggahan Agung yang banyak dijadikan sebagai tempat bermeditasi bagi mereka yang ingin kelancaran dalam usaha dan kehidupan pada umumnya. Masyarakat sekitar percaya bahwa Pelenggahan tersebut merupakan tempat dimana Raden Wijaya bertapa mencari petunjuk sebelum membangun kerajaan majapahit

Di Srigati juga ada sebuah batu besar yang biasa di sebut "Watu Gede" atau Batu Besar, konon disinilah merupakan pintu gerbang kerajaan "Dunia Lain" yang ada disana. ada juga tempat bertemunya dua muara sunga yang disebut "Kali Tempuk" yang sering digunakan untuk mandi bagi mereka yang mendalami ilmu kekebalan.Dan masih banyak tempat-tempat dengan aura 'mistis' lainnya.

Wilayah Kabupaten Ngawi sebenarnya kaya akan potensi tempat wisata yang bisa diperdayakan. Satu di antaranya adalah Alas Ketonggo. Tempat ini adalah hutan dengan luas 4.846 meter persegi, yang terletak 12 KM arah selatan dari Kota Ngawi, Jawa Timur. Menurut masyarakat Jawa, Alas Ketonggo ini merupakan salah satu dari alas angker atau ‘wingit’ di tanah Jawa. Kepercayaanya, di tempat ini terdapat kerajaan makhluk halus. Sedangkan satu hutan lainnya yang juga dianggap angker adalah Alas Purwa yang terletak di Banyuwangi, Jawa Timur. Alas Purwa disebut sebagai Bapak, sedangkan Alas Ketonggo disebut sebagai Ibu. Kawasan Alas Ketonggo mempunyai tempat pertapaan, di antaranya Palenggahan Agung Srigati.

Eyang Srigati adalah Priyagung, seorang begawan dari Benua Hindia yang datang ketanah jawa. Beliaulah yang menurunkan Kerajaan-kerajaan di Indonesia mulai dari Pajajaran, Majapahit, Mataram dan seterusnya. Semua kisah Spiritual tertuang di Punden Srigati yang terdapat di desa Babatan kec. Paron. Kab. Ngawi.

Hutan Ketonggo, demikian sebutan masyarakat Ngawi untuk hutan yang terletak 12 kilometer arah selatan Kota Ngawi itu. Meski sebetulnya sama dengan hutan-hutan lainnya, namun Ketonggo lebih kesohor dibanding hutan-hutan lain di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Apa yang membuat Ketonggo termasyhur? Sampai-sampai kesebelasan perserikatan Ngawi yakni Persatuan Sepak Bola Ngawi (Persinga), dijuluki “Laskar Ketonggo”?

A. Lokasi Alas Ketonggo

Lokasi Pesanggrahan Srigati yang terletak 12 km arah barat daya Kota Ngawi, tepatnya di Desa Babadan Kecamatan Paron, dapat ditempuh dengan berbagai macam kendaraan bermotor. Pesanggrahan Srigati merupakan obyek wisata spiritual yang menurut penduduk setempat adalah pusat keraton lelembut / makhluk halus. Dilokasi ini terdapat petilasan Raja Brawijaya. Pada hari-hari tertentu seperti Jum’at Pon dan Jum’at Legi pada bulan Syuro, Pesanggrahan Srigati banyak dikunjungi oleh para pesiarah untuk menyaksikan diselenggarakannya upacara ritual tahunan “Ganti Langse” sekaligus melaksanakan tirakatan / semedi untuk ngalap berkah.

Orbitasi :

Dengan ruas jalan Kabupaten Kecamatan Paron 6 Km
Dengan ruas jalan Provinsi Km 6 ( Ngawi – Solo )
Dengan Kota Ngawi 12 KM

B. Legenda Seputar Keberadaan Alas Ketonggo

Konon tempat ini dulunya adalah tempat peristirahatan Prabu Brawijaya V setelah lari dari kerajaan Majapahit karena kerajaan diserbu oleh bala tentara Demak dibawah pimpinan Raden Patah.

Dikisahkan, ditempat itulah dalam perjalananya ke Gunung Lawu, Prabu Brawijaya V melepas semua tanda kebesaran kerajaan (jubah, mahkota, dan semua benda Pusaka), namun kesemuanya raib atau mukso. Petilasan Prabu Brawijaya V ini ditemukan mantan Kepala Desa Babadan, Somo Darmojo (alm) tahun 1963 berupa gundukan tanah yang tumbuh setiap hari dan mengeras bagaikan batu karang. Kemudian tahun 1974 didatangi Gusti Dorojatun IX dari Kasunanan Surakarta yang menyatakan bahwa petilasan tersebut bagian dari sejarah Majapahit dan petilasan tersebut diberi nama Palenggahan Agung Srigati. Palenggahan Agung Srigati ini terdapat berbagai benda-benda yang secara simbolik melambangkan kebesaran Kerajaan Majapahit, baik berupa mahkota raja, tombak pusaka, gong, dan lain-lainnya.

Di dalam ruangan ini sangat pekat aroma dupa dan wangi bunga, hal yang sangat wajar kita temukan di sebuah tempat sakral. Dupa dan taburan bunga ini berasal dari para pengunjung. Mbah Marji (juru kunci) menerangkan bahwa ”Gundukan tanah tersebut biasanya terus tumbuh dan bertambah tinggi, tapi pada saat tertentu tidak tumbuh,” terangnya. Gundukan tanah tersebut bisa dipercaya dijadikan pertanda pada bumi Indonesia.

C.Keistimewaan Alas Ketonggo

Keberadaan Pesanggrahan Srigati-sebuah obyek wisata spiritual di Ketonggo merupakan sebab utama kemasyhuran hutan seluas 4.846 meter persegi itu. Kepercayaan masyarakat yang menganggap Ketonggo sebagai pusat keraton lelembut atau makhluk halus, dikukuhkan dengan banyaknya tempat-tempat pertapaan yang mistik dan sakral. Menurut catatan, di Ketonggo terdapat lebih dari 10 tempat pertapaan. Mulai dari Pesanggrahan Agung Srigati, Pundhen Watu Dhakon, Pundhen Tugu Mas, Umbul Jambe, Pundhen Siti Hinggil, Kali Tempur Sedalem, Sendang Drajat, Sendang Panguripan, Sendang Mintowiji, Kori Gapit, dan Pesanggrahan Soekarno.

Memasuki hutan Ketonggo, para tamu langsung dapat melihat Pesanggrahan Agung Srigati, berupa sebuah rumah kecil berukuran 4×3 meter. Di dalamnya terdapat gundukan tanah, yang dari hari ke hari terus tumbuh, sehingga makin lama makin banyak. Dinding rumah itu dikitari bendera panjang Merah-Putih. Khas tempat sakral, Pesanggrahan Srigati pekat dengan bau dupa. Di sekitar tanah, yang terlindung atap rumah itu, juga berserakan bunga tabur yang selalu disebarkan para tamu.

“Seperti pada saat terjadi krisis moneter 1997, sebelumnya gundukan tanah tersebut tidak tumbuh, sehingga sama sekali tidak ada gundukan yang menyembul ke permukaan,” Mbah Marji mengisahkan sebelum terjadi semburan lumpur Lapindo Sidoarjo, dan gelombang Tsunami Aceh, gundukan tanah tersebut terlihat ‘cekung’, katanya, sembari mengungkapkan bahwa tanah itu selalu dibawa tamu yang bertapa di situ, sehingga selalu berkurang sedikit demi sedikit.

Pada hari-hari tertentu, seperti Jumat Pon dan Jumat Legi, serta pada bulan Suro dalam kalender Jawa, ribuan masyarakat Jawa maupun luar Jawa mendatangi tempat ini berbondong-bondong ke pesanggrahan ini untuk merenung, tirakat dan berdo’a pada Sang Khaliq.. Pada saat-saat yang dianggap keramat itu, warga berdoa dan bertapa untuk meminta berkah. Baik itu berkah karier atau jabatan, keselamatan, kesehatan, jodoh, dan sebagainya.Seperti pengakuan Iwan (38) warga Purwokerto, Jawa Tengah. ”Saya di sini sudah 4 bulan untuk merenung dan mencari petunjuk tentang jati diri ,” tuturnya.

Tak hanya di Srigati. Beberapa lokasi sakral lain di Ketonggo, juga diyakini dapat mengantarkan mereka menuju cita-cita yang diinginkan. Misalnya, mandi di Kali Tempur Sedalem, sebuah sendang yang merupakan pertemuan dua sungai, dan sesudah itu memanjatkan doa di tugu di dekatnya, diyakini harapannya akan dapat terwujud. Adapun Pesanggrahan Soekarno, disebut demikian karena konon Presiden pertama RI Ir Soekarno pernah bertapa di tempat itu. Dikisahkan, ada seseorang tak dikenal yang pernah membawa foto Bung Karno yang sedang bertapa di tempat berdirinya Pesanggrahan Soekarno sekarang ini. Orang itu membawa foto Bung Karno bertapa tersebut, tahun 1977.

Setelah melalui beberapa pertimbangan, akhirnya sejumlah tokoh tua Ngawi menyepakati titik di mana Bung Karno bersemedi di Ketonggo itu dijadikan Pesanggrahan Soekarno. Dibanding Pesanggrahan Srigati, Pesanggrahan Soekarno terlihat lebih sederhana. Hanya ada lima tonggak yang menopang bilik kecil beratap asbes yang tanpa dinding itu. Di tengahnya ada beberapa batu.

Pesanggrahan Srigati yang masuk wilayah Desa Babadan, Kecamatan Paron, Kabupaten Ngawi, konon adalah tempat beristirahat Prabu Brawijaya, setelah kalah perang dari Raden Patah, tahun 1293. “Sebelum berkembang menjadi pesanggrahan dengan dibangunnya rumah kecil ini pada tahun 1975, dulu gundukan tanah ini dikenal sebagai petilasan Prabu Brawijaya dari Kerajaan Majapahit,” ujar Marji.

D.Kisah – Kisah Unik di Alas Ketonggo

Sebagai tempat sakral, banyak kisah-kisah unik yang terjadi di Alas Ketonggo, terutama ketika muncul perubahan situasi politik nasional. Marji mengisahkan, saat Soeharto akan lengser pada 21 Mei 1998, sebuah pohon jati di Ketonggo tiba-tiba mengering. “Kemarin-kemarin, pohon itu tumbuh seperti biasa. Waktu Pak Harto lengser, tiba-tiba mati dan mengering,” katanya.

Pada 23 hari sebelum Ny Tien Soeharto meninggal, juga ada kejadian aneh. Sebuah dahan pohon besar di Ketonggo tiba-tiba patah dan jatuh ke tanah. Padahal, waktu itu tidak ada hujan dan tidak ada angin. Peristiwa unik juga terjadi saat Megawati Soekarnoputri akan dilantik menjadi Presiden RI, 23 Juli 2001. Tiga hari sebelum pengukuhan Mega sebagai presiden, ada cahaya berwarna biru dan putih, bak lampu lentera, di atas Kali Tempur Sedalem. Berhubungan atau tidaknya tanda-tanda itu dengan tampilnya Presiden Megawati, Anda boleh percaya boleh tidak.

Beberapa cerita menarik juga dialami mereka yang bertapa di Pesanggrahan Srigati. Sekarjati, seorang perempuan yang tinggal di Jakarta, usai bertapa di Srigati, terus terbayang-bayang wajah seorang perempuan cantik berpakaian kebaya. “Katanya, sampai sekian hari terus terbayang wajah itu. Akhirnya, Mbak Sekarjati melukis wajah dalam bayangan itu,” ucap Marji lagi.

Sekarang, lukisan tersebut dipajang di ruang pengunjung Pesanggrahan Srigati. Seorang perempuan cantik mengenakan kebaya, rambutnya bergelung konde, dengan bibir yang sedang mengembangkan senyum. Kesakralan Pesanggrahan Srigati dan beberapa tempat penting di hutan Ketonggo, membuat sudah banyak orang yang meminta berkah di sana. Termasuk beberapa tokoh dan pejabat di negeri ini. Sayang memang, jalan masuk menuju Pesanggrahan Srigati yang sakral itu tidak mulus. Hanya ada jalan berbatu yang bergelombang sepanjang empat kilometer lebih. Ada baiknya, perbaikan jalan menuju pesanggrahan itu segera dilakukan. Supaya tamu-tamu dari jauh dapat merasakan nikmatnya perjalanan, sebelum mereka meminta berkah di tempat mistis itu.

E.Upacara – Upacara yang Dilaksanakan di Alas Ketonggo

Alas Srigati ataupun dikenal dengan sebutan alas Ketonggo merupakan tempat yang bersejarah menurut dari legendanya. Dengan adanya daya tarik tersendiri itulah seperti biasanya pada saat 1 Muharam atau pergantian malam bulan hijriyah selalu dipadati ribuan pengunjung dari berbagai daerah. Sejak waktu mulai beranjak malam para pengunjung mulai berdatangan, mereka ada yang datang dengan cara berkelompok dan perseorangan. Terlihat dari plat nomor mobil yang dipakai pengunjung dapat dinyatakan mereka berasal mulai daerah Yogyakarta, Solo, Semarang, Surabaya dan daerah terdekat dengan Ngawi seperti Nganjuk, Kediri dan Malang.

Acara ritual yang dilakukan para pengunjung di Alas Srigati waktunya pun bervariasi mulai tengah malam sampai waktu shubuh. Dan begitu juga tempatnya berlainan karena dilokasi Alas Srigati sendiri ada sekitar 12 lebih tempat petilasan. Seperti Punden Krepyak Syeh Dombo atau Palenggahan Agung Brawijaya, Padepokan Kori Gapit, Palenggahan Watu Dakon, Sendang Drajat, Sendang Mintowiji, Goa Sido Bagus, Sendang Suro, dan Kali Tempur. Menurut juru kunci Alas Srigati, Ki Among Jati menjelaskan secara rinci, para pengunjung yang datang di Alas Srigati biasanya mereka ingin napak tilas mengenang sejarah dimana Raja Majapahit yaitu Prabu Brawijaya V singgah terlebih dahulu di Alas Srigati untuk melepaskan baju kebesarannya sebelum melanjutkan perjalanan ritual ke puncak Gunung Lawu.

Lanjut Ki Among Jati, pengunjung di Alas Srigati tidak melakukan hal-hal yang sifatnya syirik, seperti menyembah punden segala macam. Akan tetapi para pengunjung melakukan ritual mengambil tempat Alas Srigati hanya sebagai tempat perantara untuk menyambung segala permintaan kepada Allah SWT. Seperti terlihat di Palenggahan Agung Brawijaya pengunjung sambil membakar dupa sebagai bentuk permintaan dan do’a kepada Yang Maha Kuasa. ‘’Disini pengunjung mempunyai berbagai permintaan untuk dikabulkan dari Yang Maha Kuasa, seperti minta kesehatan, keselamatan dan masih banyak lagi dan jangan dianggap di Alas Srigati ini melakukan hal-hal yang menyimpang dan untuk hari biasa yang ramai dikunjungi yaitu pada hari malam Jum’at Kliwon, Jum’at Legi dan malam Selasa Kliwon’’ jelas Ki Among Jati.

Sementara kilas balik dari sejarah ditemukannya petilasan Srigati merupakan dari jasa mantan Kepala Desa Babadan pada tahun 1963 yaitu Somo Darmodjo kemudian tahun 1974 didatangai Gusti Dorodjatun IX dari Kasunanan Surakarta dan menyatakan benar bahwa petilasan Punden Krepyak Syeh Dombo merupakan bagian dari sejarah dari Majapahit. Yang saat itu Prabu Brawijaya melakukan perjalanan menuju puncak Gunung Lawu dan oleh Gusti Dorodjatun IX dinamakan dengan sebutan Srigati. Namun, dengan adanya wisata religi Alas Srigati tidak dibarengi pengembangan potensi yang ada seperti fasilitas jalan yang menuju lokasi Alas Srigati yang kondisinya sangat rusak terlihat disana-sini berlubang.

F.Renovasi serta Pembangunan Sarana dan Prasarana di Alas Ketonggo

Baik sarana dan prasarana mulai di pacu pembangunannya, termasuk jalan akses serta gapura menuju Palenggahan Agung Srigati Ngawi. Meski masih dalam tahap awal pengerjaan, Alas ketonggo seluas 4,846m2 ini boleh dibilang mulai memanjakan para wisatawan yang kebanyakan berasal dari luar kota bahkan hingga luar negeri seperti Singapura dan Malaysia.

Seperti pada tanggal 5 November 2011, rombongan turis dari negeri dengan maskot patung singa ini, mendatangi Palenggahan Agung Srigati guna melakukan wisata ritual yang dipimpin langsung oleh Ki Juru Kunci, Marji. lokasi Wisata Ritual alas Ketonggo atau alas Srigati ini sekitar 12 Km dari arah Kota Ngawi tepatnya masuk Dusun Brendil, Desa Babadan Kec. Paron. “Kalau jalan menuju kelokasi serta yang lainnya nanti nampak bagus, maka saya akan berkunjung ke Srigati ini setiap tahun.” Ujar warga Singapura tersebut yang diterjemahkan oleh Pramuwisata (Guide).






Seperti yang diungkap oleh Juru Kunci, Marji bahwa dengan adanya pembangunan serta pembenahan ini, nanti akan mampu menarik perhatian Wisatawan lokal maupun domestik sehingga lebih banyak lagi yang datang.

Waduk Pondok Ngawi Jawa Timur

Wisata Bendungan Pondok sangat potensial. Dengan hamparan air yang luas yang dikeliling pohon-pohon yang rindang merupakan tempat rekreasi yang menarik. Tentunya pihak terkait melakukan penghijauan di sepanjang lahan yang bisa ditanami selain sebagai penguat tepian waduk, juga mampu menciptakan udara yang sejuk dan teduh. Setiap individu pohon akan memberikan kontribusi berupa oksigen yang sangat penting bagi kehidupan. Hamparan rumput di lahan datar di sisi kiri kanan yang dipenuhi pohon-pohon peneduh akan mengundang setiap orang yang memandang. Disitu para pengunjung dapat melakukan aktivitas rekreasi bersama keluarga.

Meskipun hanya duduk dan istirahat, mereka sudah merasakan tenang dan rileks yang tidak ditemukan di obyek lain. Usahakan menciptakan image yang khas, lain dari biasanya. Betulbetul menghadirkan Hutan di tepian waduk sehingga mengundang burung-burung datang. Simbiosis Mutualisma antara tanaman dan burung membentuk ekosistem yang baik. Burung dan serangga yang hidup mengiringi hijaunya kawasan berguna dalam proses penyerbukan tanaman itu sendiri. Daun-daun yang kering merupakan sumber pendapatan bila diolah menjadi pupuk organik. Ekonomi masyarakat sekitar akan bergerak dengan kreatifitas para perajin souvenir. Begitupula seterusnya.

Sarana pendukung seperti kamar mandi dan WC harus selalu bersih, Para pedagang ditata agar tertib tetapi tetap menarik. Pelayanan dan keramahan selalu dikedepankan karena kesan pertama bagi pengunjung adalah masa depan obyek wisata itu sendiri. Kebersihan dan Penghijauan adalah hal dasar yang harus diutamakan karena ini termasuk dalam Wisata Alam. Kuncinya adalah bagaimana kita dapat mengelola Sumber Daya Alam yaitu Air. Karena air adalah sumber kehidupan, yang dapat memuaskan dari dahaga. Dahaga akan kesejahteraan masyarakat……

Bendungan Pondok terletak di Desa Gondang Kecamatan Bringin Kabupaten Ngawi Propinsi Jawa Timur. Pelaksanaan kontruksi dimulai pada tahun 1993 samapai 1995
Pembangunan infrastruksur ini menghabiskan biaya mencapai Rp. 30 milyar. Pengelolaannya sekarang dilakukan oleh: Pengelola Wilayah Sungai Bengawan Solo. Bendungan ini difungsikan sebagai pemasok kebutuhan air irigasi sampai seluas 3.500 ha. Bendungan Pondok mempunyai luas daerah aliran sungai sekitar 32,90 km2. Curahan hujan tahunan : 2000 mm

Volume waduk pada :
Muka Air (MA) banjir : 38,1 juta m3, Muka Air (MA) normal : 30,9 juta m3
Volume Mati : 2,9 juta m3, Vol. Efektif : 28 juta m3

Tipe Bendungan ini, berdasarkan materi dan struktur bangunan diklasifikasikan sebagai urugan batu dengan inti tanah dengan panjang puncak mencapai 298 m dan tinggi di atas dasar sungai : 30,67 m. Lebar puncak : 8 m, Tinggi di atas galian terdalam : 32 m, Elevasi puncak : EI + 110 m, Volume tubuh bendungan : 300.000 m3.

Tipe : terowongan
Panjang : 199,76 m
Bentuk : lingkaran
Tipe alat operasi : katup kupu
Garis tengah : 3,10 m
Kapasitas : 4,50 m3/detik

DATA lokasi WADUK PONDOK

Nama Lokasi
Waduk Pondok Obyek wisata yang menyuguhkan panorama indah. Waduk Pondok merupakan salah satu obyek yang indah dan masih alami. Dengan luas sekitar 2596 Ha, mampu menampung air sampai dengan 29.000.000 m3, membuat Waduk Pondok seperti hamparan air yang menyerupai danau dengan latar belakang hutan daerah perbukitan. Selain sebagai tempat rekreasi keluarga, Waduk Pondok juga merupakan surga bagi para pemancing. Disana banyak ditemukan berbagai jenis ikan seperti Tombro, Tawes, Nila, Bnadeng, Patin, Udang dll.Sebuah pemandangan yang menarik apabila malam menjelang di Waduk Pondok. Disamping itu secara berkala diWaduk Pondok disenggarakan lomba mancing yang banyak dinikmati oleh para pemancing. Yang lebih menarik dari obyek wisata ini adalah dilestarikannya sebuah upacara adat yang oleh masyarakat disebut "Nyadran/Keduk Beji Waduk Pondok" yang biasanya dilaksanakan setiap bulan Syuro. Waduk Pondok sendiri mempunyai suatu legenda, dimana nama Pondok bermula dari banyaknya pondok - pondok yang dibangun oleh peziarah disekitar sumber mata air untuk melakukan ngalap berkah atau tirakatan.
Berdiri
01 Januari 2000
Kecamatan
Bringin
Desa
Gandong
Pengelola
Dinas Pariwisata
Jarak Tempuh
Km dari Ngawi Kota
Tiket Masuk
1000

Galeri Foto Waduk Pondok





Jangan Lupa Untuk Berkunjung Di Wisata Waduk Pondok Ngawi.

Jagal Dari Ngawi


Disinyalir akibat sakit hati, kakek renta, Saridin (71 th) warga Ds Gempol, Kec Karangjati-Ngawi, tega menghabisi nyawa saudara tirinya, Sastro Kardi (74 th) dan istrinya Sriyatun (65 th), Jum’at dini hari (7/10) sekitar pukul 01.00 WIB. Menurut catatan berbagai sumber, diprediksi Saridin menjadi jagal manusia tertua setelah Clara Tang wanita asal Australia yang melakukan pembunuhan di usia 98 tahun.

Akibatnya Sastro Kardi langsung tewas ditempat dengan luka yang cukup serius dibagian kepala sedangkan Sriyatun tewas keesokan harinya setelah sempat mengalami perawatan di IGD RSUD Dr Soeroto Ngawi dengan luka dibagian kepala. Sementara informasi yang berhasil dihimpun dari TKP, tersangka telah menyimpan dendam yang lama terhadap korban karena telah dianggap korban ini telah menjual warisan ibunya oleh Sastro Kardi dan istrinya Sriyatun. Kemudian pada hari yang nahas tersebut tersangka tidak bisa membendung emosinya akhirnya saat tengah malam langsung mendatangi korban yang pertama adalah Sriyatun, saat tidur dirumah anaknya yang kosong karena ditinggal merantau anaknya ke kota, lewat pintu belakang tersangka langsung mengayunkan kapak ke kepala Sriyatun. Setelah membunuh Sriyatun tersangka belum puas lagi dan berjalan mengendap-ngendap mendatangi rumah Sastro Kardi saat itu korban sedang tidur pulas dikamar kemudian tersangka Saridin langsung menghantamkan kapaknya ke kepala korban. Akibatnya Sastro Kardi langsung menggelepar dan tewas seketika.

Dan keterangan Suparmin (46 th) menantu dari korban mengatakan Saridin merupakan anak kandung dari Sakinah (alm). Karena Saridin telah pergi tanpa pamit yang cukup lama, Sakinah (alm) memungut Sriyatun menjadi anak angkatnya yang dinikahkan dengan Sastro Kardi. ‘’Sepengetahuan saya masalah harta warisan dari Mbok Sakinah (alm) sudah dibagi rata antara Sriyatun dengan Saridin, itupun atas persetujuan dari Saridin sendiri jadi saya kira Sriyatun ini tidak merebut harta dari Mbok Sakinah (alm),’’ terang Suparmin. Selain itu keterangan dari tersangka sendiri, Saridin, menjelaskan awal terjadinya dendam terhadap korban lantaran saat bancaan memperingati tujuh hari meninggalnya ibunya yaitu Sakinah . Dimana nama Saridin tidak disebut dalam bancaan padahal dirinya anak kandung dari Sakinah ( ibu angkat dari Sriyatun-red) akan tetapi yang disebut oleh tokoh masyarakat disitu cuma Sriyatun. Dalam anggapan Saridin, Sriyatun sudah berpesan kepada tokoh masyarakat yang memimpin bancaan tersebut untuk tidak menyebut nama Saridin.

Padahal menurut Saridin, Sriyatun hanya anak angkat dari ibunya (Sakinah-red) saat itulah awal kekecewaan dari Saridin karena merasa tidak dihargai sebagai anak kandung dari Sakinah. ‘’Sejak bancaan itu saya jadi dendam, karena saya satu-satunya anak kandung dan mempunyai hak penuh dari Mbok Sakinah,’’ terang Saridin. Lanjut Saridin, setelah berhasil melampiaskan dendamnya terhadap korban. Saridin malam itu juga dengan diantar oleh tukang ojek langsung menyerahkan diri dengan membawa alat untuk membunuh korban yakni sebilah kapak. Dengan kejadian itu pihak Polsek Karangjati langsung mendatangi lokasi untuk melakukan olah TKP. Kapolsek Karangjati, AKP Lilik Sulastri, menerangkan akibat ulah penganiayaan berencana yang dilakukan tersangka , maka tersangka akan dijerat dengan pasal 353 KUHP tentang penganiayaan berencana yang mengakibatkan kematian dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara.

Pembunuhan Sadis Di Ngawi


Peristiwa pembunuhan dengan korban Wigati(31), warga Dusun Bogoharjo, Desa Watuwalang, Kecamatan Ngawi Kota yang terjadi pada Minggu, (01/1), akhirnya pihak Reskrim Polres Ngawi berhasil membongkar kejahatan ini. Dan gilanya, ternyata Suaminya sendiri yang menjadi otak pelaku PEMBUNUHAN.

WaKapolres Ngawi, Kompol Noor Ghozali, menjelaskan telah berhasil meringkus tiga orang pelaku berikut barang bukti satu unit sepeda motor jenis Honda Revo warna merah bernopol AE 5852 KH. “Mereka saat ini sudah kita tahan untuk dimintai keterangan,” kata Kompol Noor Ghozali, Selasa (3/1).

Ketiganya adalah suami korban Heri Martono,(33), Budiono alias Bendol, (32), dan Suyono alias Yondol, (38), mereka ditangkap dirumahnya masing-masing yang ada di Kecamatan Bringin dan Kecamatan Padas.

“Yang menjadi otak pelaku pembunuhan adalah Heri Martono suami dari korban (Wigati-red) terus selaku eksekutornya adalah Budiono alias Bendol dengan sebilah kapak sedangkan keberadaan barang bukti kapak tadi masih kita cari karena menurut pengakuan tersangka dibuang ke sungai,” terang Wakapolres Ngawi. Kemudian dijelaskan lagi, peran dari Suyono sendiri mengawasi pelaksananaan eksekusi sekaligus yang membonceng Budiono selaku eksekutor menuju lokasi pembunuhan.

Untuk motifnya sendiri dari keterangan yang ada adalah asmara. Dimana Heri Martono mempunyai Wanita Idaman Lain (WIL) sebut saja Bunga yang hingga kini masih pengejaran pihak petugas. Karena Wigati dicerai secara baik-baik tidak mau maka timbulah rencana untuk menghabisi nyawanya selain itu alasan lain dari Heri Martono sendiri selama Wigati menjadi istrinya tidak mampu memuaskan hasratnya saat berhubungan intim.

“Memang pembunuhan ini sudah direncanakan sejak dua bulan lalu oleh Heri Martono dengan menyuruh terhadap kedua rekanya itu dengan bayaran 5 juta dan memang permintaan sebelumnya dari para eksekutor senilai 25 juta namun tidak dikabulkan ,” jelasnya lagi. Kronologi eksekusi, pada hari yang nahas itu Wigati bersama putranya Dani Nanda Marta Rangga, 8 th, diajak ke Jamus dengan alasan liburan tahun baru.

Setelah itu sorenya dalam perjalanan pulang dari Jamus menuju rumahnya yang ada di kecamatan Bringin, Wigati dan anaknya oleh Heri Martono diajak mapir ke rumah ibunya Wigati yang ada di Dusun Bogoharjo. Saat waktu malam tiba Heri Martono nekat mengajak pulang istrinya tersebut (Wigati-red) dan anaknya padahal oleh orang tua korban, Suwarti(55), dilarang untuk pulang dengan alasan waktu sudah larut malam. Dengan berboncengan sepeda motor jenis Honda Vario warna biru bernopol AE 2256 JX, Heri Martono melenggang pulang bersama Wigati dan putranya.

Saat itulah otak busuk Heri Martono mulai melakukan skenario pembunuhan terhadap istrinya. Tepat ditengah sawah Dusun Bogoharjo, Heri Martono memberi tanda terhadap para pelaku eksekusi yakni Budiono dan Suyono dengan lampu sepeda motornya bahwa calon yang akan dibunuh sudah dibonceng dirinya. Tanpa membuang waktu lagi sesuai dengan rencana Suyono dengan mengendari sepeda motor jenis Honda Revo yang membonceng Budiono langsung mempepet Heri Martono.

Pada waktu bersamaan Heri Martono pura-pura jatuh ke parit yang ada dipinggir jalan bersama Wigati dan anaknya. Karena jatuh ke parit dan basah, Wigati terlebih dahulu mencoba bangun. Detik itulah Budiono selaku eksekutor langsung menghujamkan kapak yang dibawa dari rumah hingga 16 kali ke tubuh Wigati.

Sementara keterangan dari pihak keluarga korban yang diwakili kakak iparnya, Anang, mengungkapkan sebelum kejadian tersebut Wigati sering curhat bahwa suaminya punya istri simpanan yang diduga mantan pacarnya dulu sebelum Heri Martono menikahi dirinya. Selanjutnya Wakapolres Ngawi mengatakan pelaku pembunuhan terancam pasal pembunuhan berencana KUHP pasal 340 dengan ancaman pidana paling lama 20 tahun penjara.