Anggaran sebesar itu digelontorkan secara bertahap selama tiga tahun. Tahun pertama dan kedua bujet yang digerojokkan masing-masing Rp 6 miliar. Tahun terakhir yang digunakan sebagai finishing renovasi diberi jatah Rp 5 miliar. Nanti dilihat hasilnya di akhir renovasi, bila nanti masih ada yang perlu dibenahi lagi, kami tentu akan mengusulkan untuk yang kedua, jelasnya.
Renovasi tahap awal ini, kata dia, akan difokuskan pada bangunan-bangunan yang sudah mengalami kerusakan parah. Sebab sangat membahayakan pengunjung. Ada sebagian material benteng yang lapuk dan nyaris roboh. Tentu saja akan tetap mempertahankan konsep lama. Renovasi sekadar memperkokoh fisik saja. Dan, penambahan fasilitas kenyaman untuk pengunjung. Ya lokasinya masih berada di areal benteng, katanya.
Bila pemolesan berjalan sesuai dengan harapan, Benteng Pendem diyakini tak cuma menjadi ikon cagar sejarah Kota Kripik saja. Tapi juga bisa menyedot antusias wisatawan. Khususnya warga luar daerah yang singgah di Ngawi. Bidikan kami tak hanya masyarakat lokal saja. Sebagai kawasan perbatasan dan transit, tentu akan banyak yang memanfaatkan Ngawi untuk singgah. Nah itu yang nanti kami bidik. Bagaimana mereka bisa singgah di Benteng Pendem, ungkapnya.
Pasca diperbolehkannya masyarakat melihat dari jarak dekat Benteng Pendem setahun silam, geliat potensi wisata lokal mulai terdongrak. Meski belum bisa memberi tambahan retribusi untuk daerah, bangunan kuno yang berada di pinggir aliran Bengawan Solo dan Sungai Madiun itu mampu dijadikan aset unggulan. Jangan bicara pendapatan dulu. Yang terpenting lokasi itu nyaman dan aman bagi pengunjung. Setelah antusias pengunjung tinggi baru berpikiran profit, pungkasnya.(dip/eba)
(yogama)
smbr : http://www.radarmadiun.co.id/main.php?act=detail&catid=24&id=12121